Airbus H225 Super Puma Dilarang Terbang

Masih segar dalam ingatan para pembaca, pertarungan di media terkait pemilihan helikopter Kepresidenan dimana Agusta Westland AW101 bertarung melawan EC725 Caracal (versi sipil: H225) VIP yang dibawa oleh PT Dirgantara Indonesia (PTDI).

Diluar negeri H225 saat ini tengah menjadi pembicaraan di kalangan pemerhati industri dirgantara khususnya segmen helikopter karena untuk kesekian kalinya H225 terlibat dalam kecelakaan yang amat fatal.

Dalam insiden 29 April 2016, helikopter H225 Super Puma LN-OJF milik CHC Helicopter Service yang tengah mengangkut pekerja minyak lepas pantai dari rig Gullfaks B milik perusahaan Statoil di Laut Utara mengalami kecelakaan fatal dimana bilah rotor utama terlepas sehingga helikopter jatuh bebas dan akhirnya menewaskan seluruh 13 penumpang termasuk pilot dan ko-pilot. Bilah baling-baling ditemukan 300 meter jauhnya dari fuselage helikopter.

Kecelakaan ini menambah daftar panjang insiden maut untuk tipe H225 dan AS332L2 (varian Super Puma yang kemudian dikembangkan menjadi H225) yang disebabkan oleh kegagalan teknis. Sepanjang kariernya mengangkut pekerja di Laut Utara, berarti sudah 33 orang yang meninggal akibat Super Puma.

Sebelumnya pada 10 Mei 2012 EC225LP G-REDW mendarat darurat di laut karena kerusakan pada sistem pelumas gearbox utama karena keretakan di bevel gear di batang rotor yang terhubung dengan bilah. Kemudian pada 22 Oktober 2012, H-225 G-GHCN milik perusahaan CHC Scotia kembali mendarat darurat di Laut Utara, karena alasan yang mirip, pompa sistem pelumas tidak bekerja.

Walaupun Airbus berupaya keras memasarkan H225 sebagai generasi penerus Super Puma yang andal, aman, dan nyaman baik untuk kebutuhan sipil maupun militer, kenyataan di lapangan berkata lain. BBC News secara khusus bahkan meliput pengalaman pekerja minyak yang bolak-balik menggunakan helikopter Super Puma untuk transportasi pada tahun 2013, setelah dua kecelakaan fatal di tahun 2012 tersebut.

Dalam liputannya, salah satu pekerja yang diwawancarai bahkan gamblang menyebut bahwa EC225 adalah ‘perangkap maut’, dimana konfigurasi tempat duduk yang kurang ideal menyebabkan penumpang yang duduk di belakang saling berhimpitan saat duduk berhadapan dengan penumpang di depannya.

Dalam kondisi darurat, tidak mungkin untuk keluar dari titik yang sempit tersebut, apalagi kaca jendelanya kecil. Serikat Pekerja Minyak bahkan berusaha memboikot penggunaan Super Puma untuk transportasi perusahaan minyak. Walaupun dipasarkan sebagai heli kelas berat, kabin H225 memang tergolong sempit, penumpang harus menunduk saat masuk ke dalam helikopter, kurang nyaman sebagai heli angkut apalagi VIP.

Sebagai respon atas kecelakaan fatal akhir April lalu, Norwegian Civil Aviation Authority dan British Civil Aviation Authority mengeluarkan larangan terbang untuk seluruh penerbangan komersial menggunakan varian H225. Ini merupakan larangan terbang kedua setelah larangan sama dikeluarkan pada tahun 2012.

Airbus merespon dengan mengeluarkan notifikasi ke seluruh operator untuk menangguhkan rencana penerbangan dengan H225, walaupun kemudian dicabut pada 2 Mei 2016 sehingga H225 hanya tidak bisa terbang di Inggris dan Norwegia. EASA sendiri mengeluarkan arahan darurat untuk melakukan inspeksi terhadap tiga suspension bar di sekitar rotor sebelum melakukan penerbangan, plus pemeriksaan terhadap filter oli dan gearbox untuk melihat apakah ada partikel logam disana.

Sementara itu, varian militer dari H225 yaitu EC725 juga setali tiga uang. Pada 2013 dilaporkan bahwa EC725 yang dipesan AU Malaysia terkena imbas prosedur inspeksi darurat yang dikeluarkan akibat kecelakaan pada 2012, dimana AU Malaysia direpotkan dengan pemeriksaan gearbox setiap 2,5 jam terbang, dan Caracal hanya bisa diterbangkan dengan torsi 70% dari daya maksimumnya.

Hal ini tentu saja menurunkan kesiapan pesawat dan memperpanjang siklus persiapan sebelum helikopter dapat diterbangkan. Terakhir, Pemerintah Polandia santer terdengar berencana untuk membatalkan order 50 unit EC725 karena minimnya transfer teknologi dan porsi komponen yang dikerjakan industri lokal. Kalau sudah begini, masih yakinkah untuk menjadikan Super Puma/ Super Cougar sebagai heli VIP?

sumber : angkasa

Leave a comment